Halo sobat Payuung, para pemilik usaha dan kolega HR!
Menurut survey bertajuk “2019 Employee Happiness Index”, faktor health & wellness menduduki peringkat kedua dari pertanyaan “Benefit apa yang paling penting bagi masing – masing generasi”. Survey ini melibatkan karyawan dari generasi baby boomers, generasi X, millennials dan generasi Z.
Dalam konsep Total Rewards, wellness dan well-being masuk dalam elemen work-life yang merupakan elemen kunci ketiga dari konsep tersebut. Jika kita detailkan pengertiannya, wellness adalah program benefit yang mencakup aktivitas apa pun yang dirancang untuk mendukung dan meningkatkan kondisi kesehatan karyawan yang lebih baik di tempat kerja. Implementasinya mencakup seperti pemeriksaan kesehatan, insentif untuk hidup sehat, program kebugaran dll. Program ini biasanya dikombinasikan dengan program well-being (kesejahteraan) yang mencakup kegiatan seperti konseling psikologis, spiritual, manajemen stres, dukungan keuangan, perawatan anak, hobi dll.
Desain program wellness/well-being yang baik akan memberikan efek positif yang bersifat tangible bagi perusahaan dan intangible bagi karyawan. Jika seorang karyawan ditanya, “Mengapa kamu senang bekerja di Perusahaan X?” Maka, jawaban yang terlintas akan berhubungan dengan wellness/well-being yang didapatkannya atau lingkungan kerja yang nyaman. Karenanya, penting bagi pemilik usaha untuk memberikan program wellness/well-being yang tepat bagi karyawan sehingga kebahagiaan karyawan yang bersifat intangible dapat terpenuhi.
Keuntungan jangka pendek bagi pemilik usaha adalah peningkatan engagement dan produktifitas karyawan sehingga pendapatan perusahaanpun akan meningkat. Dalam jangka panjang, program wellness/well-being yang baik bahkan dapat menekan biaya pengeluaran tidak langsung perusahaan yang diakibatkan dari karyawan.
Sebagai elemen dari total rewards, benefit termasuk wellness/well-being memiliki keunikan karena memiliki banyak opsi. Karena bentuknya yang non-cash, ia juga memiliki nilai persepsi yang tidak selalu bisa dibandingkan secara nominal. Artinya, benefits yang tepat bisa saja menaikkan motivasi dan retensi karyawan lebih tinggi meskipun dengan biaya yang lebih rendah dari benefit lain atau rencana kenaikan gaji tahunan. Benefits tidak harus mahal. Desain benefit sangat menentukan efektifitasnya. Termasuk desain untuk program-program wellness/well-being.
Berikut ini adalah 5 langkah yang bisa dilakukan perusahaan untuk mendesain program wellness/well-being yang baik.
1. Kenali Karyawan
Penting bagi pemilik usaha atau divisi HR untuk mengetahui pemetaan karyawan sehingga dapat menentukan program wellness/well-being yang sesuai kebutuhan karyawan. Dengan mengetahui demografi karyawan, perusahaan dapat memperoleh gambaran program bagaimana yang dibutuhkan karyawan secara umum dan spesifik untuk kelompok karyawan tertentu.
2. Tentukan Tujuan Program dan Selaraskan dengan Tujuan Perusahaan
Tantangan bagi divisi HR untuk menyelenggarakan suatu program wellness/well-being adalah persetujuan dari manajemen. Karenanya penting untuk menyelaraskan tujuan program wellnes/well-being dengan tujuan dan prioritas strategi bisnis perusahaan. Apabila tujuan program secara umum sejalan dengan peningkatan revenue dan memberikan dampak positif bagi karyawan, besar kemungkinan untuk disetujui.
Pelaksanaan dari langkah ini dapat dicontohkan sebagai berikut. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang layanan teknologi informasi memiliki banyak karyawan bagian teknis yang merupakan perokok berat dengan tingkat ketidakhadiran kerja yang tinggi karena kesehatan terganggu. Bagian teknis merupakan backbone sehingga kondisi tersebut mengganggu produktivitas dan menurukan revenue perusahaan. Program wellness/well-being yang didesain dapat bertujuan untuk mengurangi persentase karyawan perokok aktif sebanyak sekian persen dalam satu tahun. Diawali dari tujuan tersebut, kemudian dirincikan keuntungan bagi perusahaan, dampak positif bagi karyawan, rincian programnya dan siapa yang terlibat.
3. Buat Anggaran Program
Mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama pernah mengatakan dalam salah satu pidatonya, “A budget is more than a series of numbers on a page, it is an embodiment of our values”. Kutipan ini mengimplikasikan bahwa budget sebaiknya dialokasikan secara bijak dan dapat mengakomodasi rincian dari program wellness/well-being. Tanpa alokasi budget, program sudah barang tentu tidak akan berjalan efektif dan efisien.
4. Desain Elemen Program dan Reward Pendukung
Program wellness/wellbeing yang baik adalah program yang saling terelaborasi antar elemen di dalamnya supaya memberikan dampak berganda (multiplier effect). Apabila tujuan program untuk mengurangi persentase perokok aktif, maka elemen program di dalamnya dapat dimulai dari hal yang sederhana seperti olahraga ringan selama 30 menit setiap pagi. Jika dibutuhkan sampai ke tahap selanjutnya, bisa sampai pada program konseling dan nicotine replacement therapy (NRT). Dengan program ini diharapkan kesehatan karyawan terjaga dan dapat menurunkan risiko penyakit kronis serta persentase karyawan perokok aktif.
Umumnya suatu program dapat berjalan karena adanya penghargaan atau reward bagi yang telah sukses mencapai tujuannya. Reward efektif diberikan untuk mendorong karyawan dari sisi eksternal supaya lebih proaktif berpartisipasi dalam program. Contoh reward bagi program pengurangan persentase karyawan perokok aktif, dapat berupa voucher belanja bagi karyawan yang berhasil mengurangi satu bungkus rokok per hari selama beberapa bulan.
Untuk membantu implementasi program wellness/well-being termasuk rewards pendukungnya, perusahaan di Indonesia dapat memanfaatkan fitur wellness dan poin karyawan yang tersedia pada platform Payuung Karyawan. Semua proses di dalamnya dilakukan secara digital sehingga lebih cepat, lebih mudah dan lebih ekonomis.
5. Sosialisasi dan Evaluasi Program
Faktor komunikasi sangat berpengaruh bagi kesuksesan program wellness/well-being. Divisi HR atau manajemen perusahaan harus mensosialisasikannya secara aktif agar menimbulkan kesan urgensi bagi karyawan. Pesan di dalamnya juga dibuat persuasif untuk menimbulkan keinginan atau dorongan internal dari masing – masing karyawan.
Program wellness/well-being sebaiknya diberikan nama yang unik supaya menarik dan memudahkan karyawan untuk mengingat isi programnya. Contohnya, “Namaste Tuesday” untuk kelas yoga yang diadakan tiap hari Selasa.
Setelah program berjalan sesuai periode yang direncanakan, evaluasi mesti dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Hitung faktor keberhasilan dari dari sisi karyawan maupun nilai return on investment (ROI) bagi perusahaan. Sehingga dari evaluasi tersebut dapat ditarik kesimpulan apakah program wellness/well-being yang telah dijalankan layak dilanjutkan atau dihentikan.
Demikianlah 5 langkah yang bisa dilakukan oleh perusahaan dalam mendesain program benefit wellness-wellbeing sehingga menghasilkan dampak yang positif, tidak hanya bagi karyawan tapi juga untuk kemajuan perusahaan.
Related posts
Subscribe Now
* You will receive the latest news and updates on your favorite news